Nama : ‘Afifah Irbah Rizqi Jauzaiah
hujan, rindu dan bakso
Sore tadi, hujan turun
Bakso menemani sepiku yang terlantun
Hawa dingin semakin melingkupiku
Kuah di depanku seakan ikut membeku
Waktu menuntunku pulang
Bersama kenangan yang hampir hilang
Selama itu aku berputar
Pada poros ketidakpastian
Sekarang aku tersadar
Merindu bukanlah pilihan yang tepat
(ARKA. 25/10/2020)
Nama : Aan Teguh Sugiharto
BILAS IKHLAS
Segala prasangka ku
lepas
Dari semua cakrawala
yang membekas
Berpikir mengenai
ikhlas
Bagaikan air di atas
daun talas
Berjalan melewati
fananya dunia
Bersama keyakinan yang
ada
Tanpa diikuti angin
yang berkata
Serta teriakan dalam
ruang hampa
Detik yang berlari
mengejar ku
Matahari yang mengikuti
langkah ku
Bisikan yang memecah
lamunan ku
Mengungkap makna satu
persatu
Hidup itu ternyata
drama
Dengan ribuan tema suka
cita
Namun itu tak selalu
indah
Bahkan tak berakhir
bungah
Bermain dalam peran
Mengikuti ketetapan
Tuhan
Dari yang mendera dalam
kehidupan
Hingga terkungkum dalam
kemunafikan
Agama, budaya, dan
kearifan
Seakan menjadi tuntunan
Di dasari dengan
keikhlasan
Untuk segala kehidupan
Retak berserakan dalam
kediaman
Hancur berkeping
tersapu oleh kesunyian
Berusaha untuk
menunjukkan keikhlasan
Di bumi manusia yang penuh
persoalan
Jika kesusahan melanda
Seluruh sisi manusia
Kepercayaan yang
menjauh pula
Ikhlas pun akan diperdaya
Nama : Ajeng Shara Kusuma Haryati
Akan
Tiba Waktunya
Ketika senja bertahta
Dan rembulan menjadi penguasa selanjutnya
Serta bintang yang akan menjadi pelingdungnya
Diwaktu yang sama akan ku ungkapkan semua
Tentang rasa, cinta dan cita beserta harapan yang
ada
Tunggu waktu yang akan tiba maka kau akan mengetahui
semua
Dibawah cahaya rembulan dan bersinarnya bintang ada
hal yang belum pernah kau terima sebelumnya
Bukan cinta antara lelaki kepada wanitanya
Bukan pula sebaliknya
Namun ini adalah kisah perjalan hidup
Ku mulai dari munculnya aku di dunia hingga aku
bermahkota
Nama : Alfiyah Ibni Aqil
Mawar
Aku
adalah Mawar
Meskipun
indah untuk dipandang,
Aku
tak mungkin bisa kau pegang.
Suatu
hari nanti, bila Tuhan menghendaki.
Semua
duri yang kumiliki, tak akan melukaimu lagi.
Aku
begitu angkuh atau terlalu hebat menyembunyikan rasa?
Aku
dorong kau dengan sekuat tenaga.
Padahal,
kau yang selalu kusebut dalam doa.
Munafik
memang...
Tapi,
bukankah doa lebih dari cukup untuk menunjukkan rasa?
Inilah
cara Mawar menjaga.
Mawar
tak kan pernah membiarkan sembarang tangan menyentuhnya.
Ada
secerca harap dalam tiap doa.
Merengek
pada Tuhan di tiap kesempatan.
Berharap
kau selalu jatuh di atas trampolin tiap ku dorong.
Egois
memang...
Terus berharap kau dapat memetik mawar dengan
tanganmu sendiri.
Nama : Alin Inayah Sonia
Tali
Ada
tali tak kasap mata yang mengikat "kita"
Terbentang
jauh semakin mengencang,
Kau
pergi kesana dan aku kesini,
Mimpimu
dan mimpiku memang pantas di kejar,
Tanpa
kita sadar tali itu sudah semakin tegang dan hampir putus .
Kau
tarik kuat kesana ku tarik kuat kesini.
Sampai
kapan(?)
Sampai
salah satu terlempar karna tak kuat melawan ego,
Sampai
tali itu putus dan melecut melukai wajah(?)
Atau
sampai aku terjengkang karna kau melepas ikatanya sepihak,
Atau
Apa?
Ini
sudah rapuh,
Cepatlah
pulang,
Aku
yang mengalah atau Kau yang mengalah(?)
Atau
kata "kita" yang menyudah
Nama : Arfi Rinantari
Ancheron
Merangkai bilah kata demi kata
Melantunkan senandung membelah raga
Kesunyian nestapa berwujudkan pendar
Satu, dua, tiga tertuang dalam rasa
Menyejukkan namun menyakitkab
Kembali pada kenyataan
Nyatanya tak semua berwujud bungan
Bunga duri nan mewah
Dalam malam lekas membara
Bangkit lalu kembali jatuh
Untuk kesekian kalinya
Kita pada duka yang sama
Nama : Bagas Daffa Setyananda
Kisah
sang malas
Malas,
Aku menyukaimu namun
Juga membenci mu
Hadirmu seperti alam
Yang sedang tersenyum,
Seperti semesta yang sedang gembira
Tetapi,
Kau juga begitu menyebalkan
Kenapa kenapa kenapa
Kau datang pula seperti
Aku tak punya kegiatan,
Aku tuh juga bisa sibuk
A sudahlah, tak mengapa kau hadir
Yang penting aku masih
Bisa tertawa yahahahaha
Nama : Diah Wahyu Lestari
Malam
Duhai sang malam,
Gelapmu menenangkan
Yang putih tak tentu bijaksana
Kau adalah saksi-saksi dosa manusia
Dalam tangis yang tak terlihat dunia
Kau adalah penutup semua ambisi
Dibalikmu lemahnya insan bersembunyi
Semilirmu yang dingin mencengkeram sunyi
Tetaplah ada
Biar manusia tahu hidup tak sekedar untuk dunia
Tentang kabut itu
Dan hujan yang kian sendu
Penuntun segala mimpi
Mengulum senyum dalam pejam
Membangun asa di kala rebah
Nama : Dita Putri Windi Yanti
1001
Rintikan Hujan dan Kamu
Jika
boleh aku meminta
Aku
ingin Engkau turunkan hujan
Aku
ingin menari dibawah butiran-butiran hujan
Meski
terasa sakit, tak apa.
Rasa
sakit ini tak sebanding dengan apa yang kau berikan
Aku
ingin menangis dengan diiringi rintikan nada hujan
Aku
ingin menangis diiringi dengan
melodi
kata demi kata menusuk yang kau berikan
Mungkin
disaat itu kau akan melihatku bahagia
Tanpa
melihat air mata yang tlah mengalir menyatu dengan hujan
Aku
yang sendu hanya ingin ditemani tanpa henti oleh hujan
Bagiku
hujan lebih mengerti daripada kamu atau bahkan kalian
Karena
hujan mampu menutupi kesedihan
Karena
hujan mampu menghapus air mataku, tanpa aku rasakan
Karena
hujan mampu memberiku ketenangan
Meski
nantinya aku mengerti bahwa aku semakin larut dalam kesengsaraan
Terimakaih
Tuhan
Kau
telah mendatangkan hujan untuk menghapus lukaku
meski
hanya sementara.
Nama : Diva Mayriskha
Malaikat
Juga Tahu
Malaikat juga mengetahu
Jerih payah dan susah payahmu
Ibu...
Jika ku ingat tentang masa lalu
Perjuangan dan pengorbananmu
Ibu...
Tak pernah terbayarkan tiap tetes darah
yang kau tumpahkan
Tak pernah terbayarkan dengan apapun
Tetapi...
Apakah semuanya terlupakan?
Malaikat juga tahu
Setiap tetesan keringat yang engkau keluarkan
Tiap linangan air mata
Doamu diridhoi Tuhan
Doamu adalah kekuatan jalan hidupku
Hingga sampai sukses
Maafkan atas segala kesalahanku...
Ridhomu adalah ridho Tuhan
Semoga Tuhan selalu memberi kesehatan
dan umur panjang umur panjang
Terima kasih atas semua perjuanganmu Ibu...
Jasamu sangatlah mulia
Nama : Dyah Ekasari Subekti
Kelam
Berdialog diri tanpa
suara
Teriak memekak dalam
relung jiwa
Hitam pekat harapan
akan suatu masa
Hilang tenggelam di
sudut malam
Nama : Dyah Putri Puspitasari
Alur
Sebuah Rasa
Malam ini langit seakan menangis
Merasakan betapa pilunya arti sebuah kehilangan
Andai sedihku sesederhana hujan
Seperti alur sebuah rasa
Deras
Rintik
Lalu reda
Bulan pun tak mampu menampakkan sinarnya
Langit seakan menggelapkan tubuhnya
Aku sendiri disini
Duduk kemudian terdiam
Mencoba
menatap ke dunia luar
Kopi dingin yang sedari tadi tergeletak di meja pun
belum ku sentuh
Beberapa novel masih erat dalam genggamanku
Untaian kalimatnya bahkan belum terjamah oleh mataku
Aku masih terdiam
Sudah beberapa lama
Namun sesaknya masih terasa dalam dada
Air mataku pun kembali tumpah
Kali ini lebih deras dari biasanya
Kupikir sudah reda
Seperti hujan yang baru saja
Sudah lelah rasanya
Seperti tak ada lagi tenaga
Tubuhku tak mampu lagi menopang perihnya luka lama
Andai rasa cintaku tak lebih banyak dari rasa
benciku
Tak mungkin akan sesakit ini rasa yang diderita
Ingatanku kembali basah oleh kenangan yang bertabur
luka
Masih teringat jelas bagaimana kau menyakitiku
Bagaimana kau menghancurkan sebuah asa yang sudah ku
bangun sejak lama
Kini sirna
Bahkan tak ada lagi yang tersisa
Hanya aku disini
Sendiri
Mencoba mengobati dalamnya lukaku ini
Mungkin akan sedikit lebih lama
Aku hanya perlu lebih keras dari biasanya
Kau pernah datang
Sesaat kemudian kau pun menghilang
Hadirmu begitu singkat
Namun mengapa kepergianmu begitu mendalam
Tak
Aku tak memintamu untuk kembali
Bahkan jika mungkin kau ingin kembali
Maaf, rasaku kini sudah mati
Kau sudah terlambat untuk menyesali
Nama : Ebiet Panca Nugroho Putra
[TERIK]
Siang tak nampak malam tak ingat
Jangan asal kalau nanti tak dapat
Bila sempit barulah sempat
Begitulah orang kumat
Harta,
tahta, mana?
Semua
hanya angan-angan saja
Kau
termakan tipu muslihat setan
Panca mulyo
Pun
kau anggap sembrono
Banyak gawe makin olo
Oh
menungso
Nama : Erika Nuraini Dewi Ananta
Nestapa
Nestapa ini amerta
Saksinya baskara
Pilu ini benar-benar duka
Dan menggerus setiap
asa
Nestapa ini amerta
Yang menyaksikan adalah
batara
Ditemani chandra
Menatap rangkaian
seloka
Nestapa ini amerta
Tertawa di ujung asa
Merangkul erat di
setiap suasana
Terasa seperti neraka
Nestapa ini amerta
Karena kita lengkara
Nama : Erwin Yuliana Lestari
Janji
Semesta
Semesta tak pernah ingkar bahwa langit berwarna biru
Meski malam kerap membuatnya hitam legam
Mencipta aroma suram bagi separuh penduduk bumi
Namun berhasil menggubah sunyi untuk mereka para sufi
Semesta tak pernah ingkar bahwa awan berwarna putih
Meski abu sering singgah dan membuatnya gundah
Mencurahkan kristal bening, mewudhukan bumi
Memanggul kedamaian bagi pecinta iqamah
Nan memapah sengsara bagi para pencaci
Semesta tak pernah ingkar bahwa fajar kan selalu
datang
Tak peduli sepekat apa malam setelah kekasih
meninggalkannya
Ia akan tetap memancarkan keagungan sinarnya
Menyalakan lilin-lilin cahaya untuk menerangi dunia
Pun semesta tak pernah ingkar bahwa senja tetaplah
ksatria
Tiada pernah berkhianat pada jingga tatkala maghrib
menggema
Mengimami kekasih menghambakan diri ke haribaan Illahi
Nama : Evi Nur Safitri
Rindu
Perihal rasa,
Aku tak tahu mengapa
Sesak menghimpit menyiksa jiwa
Ingin merengkuh namun jarak begitu jauh
Ingin bersandar namun raga terasa samar
Apakah ini rindu?
Atau sekedar rasa semu?
Entahlah,,
Rinduu..
Terlebih saat ku pandangi foto mu
Saksi kala itu kita saling bercengkrama
Menikmati secangkir kopi
Sembari melihat indahnya cakrawala
Di manakah engkau wahai kakanda
Karna kau tempat ku berlabuh sejuta gelora
Nama : Iin Widya Ningsih
Sajak
Rindu
Seperti biasa ketika sunyi dan malam bertemu
Yang di ghibah adalah rindu
Ketika pagi datang menyapa
Yang teringat hanyalah sepatah kata
Tatkala musim berubah duka
Teringat bahwa semua akan sirna
Yaa andai engkau tau
Kata yang sangat ingin ku lupa
Kata yang terlontar dari bibirmu saja
Namun itu semua sia-sia
Di saat yang bersamaan
Tempat yang membahagiakan
Menjadi tempat yang paling menyakitkan
Seperti selalu
Temu masih semu
Aku ,kamu
Engan menjadi satu
Bak samudra berwarna biru
Seluas itu rinduku padamu
Jika memang bahagiaku tak bersamamu
Doaku terbaik untukmu
Sembari menunggu
Kulantunkan
sajak puisi rindu....
Nama : Kartika Hadi
Terima
kasih, aku
Di
sela raga yang rapuh
Tiada
manusia yang dapat kau percaya
Untuk
sekadar bercerita
Saat
semua kau rasa sendiri
Betapa
berat hidup yang kau lalui
Hingga
hanya tangis yang mewakili
Kau
rasa tuhan tak adil kan?
Melihat
manusia di luar sana bahagia
Sedangkan
kau?
Tiada
bahu untuk bersandar
Tiada
peluk hangat untuk tubuhmu berteduh
Tiada
telinga yang siap dengarkan kisahmu
Saat
kau rasa akan menyerah
Tentang
ketidakadilan
Tentang
bagaimana tuhan memperlakukanmu
Banyak
orang dalam hidupmu
Tapi
tiada satupun yang kau percaya
Hingga
akhirnya kau tersenyum diatas lukamu
Agar
tiada seorangpun yang tahu
Beban
berat dalam hidupmu
Kau
tahu?
Kau
sungguh hebat
Tuhan
tahu kau sangat kuat
Kau
manusia hebat
Cintai
selalu dirimu
Nama : Linda Fauziyah
Harapan
Sebuah harapan kecil
Untuk hari ini dan esok
Yang aku harap sinyalku tak lari kemana
Untuk mengakselerasikan tuntutan yang ada
Aku ingin..
Aku ingin selalu mencoba hal baru
Dengan mengaitkan kata yang kulampiaskan di helaian
kertas
Lembaran tipis mungil mengandung makna dalam
Terbungkus harapan di dalam karya
Yang mengantarkan ke jendela dunia
Dalam meraih cita-cita
Nama : Meilina
Sahabat
Sambat
Terkadang, harapan memang hanya bisa dirasa angan
Kegagalan adalah rasa takut bak petir di atas awan
Menyeramkan memang ..
Tapi, harus dilalui untuk menuju jalan pulang
Kita saling berpegangan untuk tetap melanjutkan
jalan
Berharap cobaan akan segera hilang
Tersapu ombak bersama kenangan
Ah... Sungguh angan yang membuatku senang
Tapi, itu hanya perkara angan
Karena pada akhirnya, ketakutan itu akan dirasa
semua insan
Terima kasih ku ucapkan pada seseorang pembentukan
kenangan
Yang telah membersamaiku dimasa sulit itu
Semoga dikau selalu menyertakan aku dalam langkahmu
Untukmu, sahabat dimasa sulitku
I Love You.
Nama : Merry Ayu Sari
Tekanan Rindu
Saat
hujan turun tipis
Kau
mulai bersiap tuk menepis
Saat
hujan tlah berhenti
Kau
malah sibuk mencari pengganti
Apakah
kenangan masih terkenang?
Atau
bahkan sudah hilang bersama harapan?
Ah
sudahlah, aku benci sendirian
Aku
juga benci ketidakpastian
Kemarilah
sayang
Aku
menunggumu dipersimpangan
Dengan
bekal hati dalam angan
Menunggumu
datang membawa harapan
Menyembukan
rindu yang kian menekan
Nama : Muhamad Affan Aqdam
Nestapa
Di bawah bilik tua
Dengan tiga buah jendela
Tungku, teko, dan wajan yang hanya
kita punya
Kau tahu? Ini bukan pondok tua
Tempat kami melebur segala rasa
Di bawah bilik tua
Kami hanya makan beras dengan daun
ketela
Kau tahu?
Keluarga, tetangga bahkan semesta
Nampaknya satu suara
Melihat kita sengsara
Kerja dari pagi hingga senja
Tetap tak nampak hasilnya
Kau tahu ?
Bilik tua ini sederhana
Tapi mampu mengajarkan segalanya
Bahkan melebihi apa yang mampu
diajarkan aksara
Cibiran, gunjingan, dan dianggap
hina
Inilah nasib ketika menjadi pangkal
suatu kasta
Kau tahu?
Di bilik tua ini
Tak ada TV
Tapi sang pemilik selalu mencoba
menghadirkan pelangi
Yang selalu diwarnai sesuai selera
sendiri
Aku ingin bilik tua ini abadi
Dalam bentuk jati diri
Nama : Muhammad Dzikron Mubarok
-Aku
dan serpihan rindu-
Ketika diri ini sendiri, dengan angin malam yang
semakin menerpa sepi.
Ku lihat foto dan video lama yang masih tersimpan
ketika kita bersama
Bibir ini tak sanggup lagi berkata.
Hanya menyisakan air mata yang menetes dengan
derasnya.
Hati ini begitu hancur melihat semua kenangan yang
pernah kita lalui di waktu fajar tiba hingga senja datang dengan eloknya.
Aku hanya ingin dirimu berada disini
Berbicara kesana kemari, tanpa materi
Tertawa bersama, seperti dulu lagi.
Segala cara telah kucoba, agar diri ini dapat
terbiasa.
Ya terbiasa, dengan suasana sepi dan bayangan halu
tentang rasa yang pernah ada.
Namun, semua berbeda,
sesulit ini menghapus kenangan kita bersama.
Setiap mata ini terpejam selalu muncul bayangmu
Inginku berlari menjauh tapi lagi-lagi kau selalu
nampak dihadapanku.
Aku terdiam sembari memanjatkan doa kepada-Nya
Menitipkan salam lewat burung dan hujan yang seakan
lalu lalang.
Berharap doaku tersampaikan kepadamu.
Hingga kaupun juga merasakan rindu seperti diriku.
Kenangan masalalu memang tidak mudah untuk dirasa
dalam sebuah pilu.
Sakit akan cerita dulu hingga kini sulit bagi diri
untuk mencoba menepi.
Bayangan yang menghantui justru membuatku semakin
halu untuk bertemu.
Haii..
Cepat kemari dan bertemu denganku
Kita cerita tentang hati yang pernah serapuh itu.
Jangan mencoba untuk pergi dariku.
Karena ada hati yang telah lama menunggu
Menunggu kabar darimu dan salam hangat rinduku ..
Nama : Nada Sagita Nuraini Fals
Pantun
Pergi ke pasar membeli sawi
Pulangnya berjalan kaki
Jadi anak harus berbakti
Demi mengejar ridho ilahi
Buah mangga buah belewa
Dicari ibu dengan berkelana
Adik mengompol sambil tertawa
Melihat kakek kenakan mukena
Bunga melati bunga mawar
Harum semerbak di tepi pantai
Bila kamu rajin belajar
Pasti menjadi anak yang pandai
Ada tikus di atas kursi
Sedang berusaha mengambil nasi
Percuma punya jabatan tinggi
Kalau ujung-ujungnya juga korupsi
Ke sana ke mari dengan lamborghini
Membeli batik di Yogyakarta
Betapa sedihnya ibu kartini
Melihat kemalasan generasinya
Nama : Noor Aini Rosalita Aviani Endarto
Rasa
Aku
Air mata kurangkul
dengan senyum
Senyuman membasahi
kemunafikan yang terjadi
Tamakku tak terbendung,
pengecutku mulai meraung
Aku buta
Tapi aku menolak untuk
itu
Lariku semakin cepat
aku semakin membisu
Terbata untuk berkata
maaf
Dan Aku
Aku terlalu sombong untuk sadar--sadar tentang
bagaimana aku memahami diriku sendiri
Nama : Nuning Wijayanti
Negeri Kelam
Ini kali tidak
ada yang mencari warta
Diantara kasus,kesenjangan yang ada
Tiada lagi yang
membela
Sudah gerak tak
punya arti
Dicekik
Dihempaskannya
Dan di bungkam
Negeri ini
luka-terbuka sekali lagi terpandang
Segala jauh
mengabur
Sudah itu
berlepasan dengan sedikit heran
Aku kira
begitulah nanti akhirnya.
Nama : Ratna Cahyaningtyas
Perempuan di Balik Luka
Semua terjadi
begitu saja
Tanpa pesan, tanpa
makna
Tiada meninggalkan
bahagia, justru memberikan luka
Semua hanya butuh
waktu
Atas perasaan yang
tak menentu
Untuk pikiran dan
hati yang tak kunjung menyatu
Percaya saja, kau
akan kembali
Menjadi diri
sendiri
yang bahkan tak kau
kenali
karena kau berhasil
Menjadi wanita kuat
dan hebat
dengan sejarah yang
sangat pedih
Nama : Reda Nugraeni Sukoco
Dibalik
Embun Kabut
Sejuk
rasanya menjumpai embun kabut
Menabraknya
terasa ringan
Memandangnya
terasa syahdu
Menyentuhnya
terasa kosong
Hanya
butiran air yang singgah
Dingin
tapi menyegarkan
Basah
tapi melegakan
Semerawang
tapi indah
Teduh
rasanya menemui embun kabut
Menghiasi
sekitar menjadi menawan
Menambah
daya pesona
Membuat
orang terkesan
Hanya
sebentar namun berarti
Begitu
juga dengan perjalanan hidup
Banyak
hal yang dirasa tidak baik untuk kita
Justru
memberi banyak pelajaran
Seperti
juga dengan perasaan
Banyak
hal yang membuat kecewa
Tapi
memberi keteguhan hati
Hidup
dan perasaan
Dua
hal yang harus memiliki rasa syukur
Sesuatu
yang buruk, lambat laun kan sesuai jalannya
Sebab
hanya sementara
Kekecewaan
akan berujung bahagia
Karena
hanya sebentar saja
Rasa
syukur akan menghiasi perjalanan hidup
Dan memberi ketentraman hati
Nama : Riza Rahmiyati
Gejolak
Merah Putih
Gema
juang menyapa asa
Mencabik-cabik
gelora rasa
Ingar
bingar merampas nalar
Manis
menepis pedang mengiris
Menembus pelipis tak kunjung habis
Semburat air sendu terkucur merah
Nanar hampa tanpa ingar bingar
Hangat memeluk punggung tertusuk
Merdeka merdeka merdeka
Kicau burung ikut berperang
Mengepahkan sayap sigap berjuang
Mengusir tirani di negeri sendiri
Ah
Mendesah keluh kesah tanpa arah
Menggertak
para penjajah bedebah
Amarah menyulut kian berkobar
Kobaran
asa kibarkan pusaka
Merah
putih merah putih
Tegakkan
kepala tatap angkasa
Tetaplah
perkasa Indonesia Raya
Nama : Rizka Dwi Cahyanti
Memikat
Disini ku berdiam
Mengilas kembali waktu tersembunyi
Mata itu penuh cahaya berkilau
Yang memikat bulan
Kristal melihat beningnya sinar
Bintang yang tak bersaing
Senyum yang tak bermuka
Ketulusan terpancar di sekitarnya
Lebah, capung, kupu-kupu, merpati dirangkulnya
Melangkah bersama tanpa lelah
Mencoba seperti kapas
Yang membaur di tengah tumpukan duri
Hanya terus berjalan menjadi dirinya
Waktu terus menguji
Bagai matahari yang berganti bulan
Tetap ia pada batu berbaja
Kebenaran telah terkuak
Tetap ia tak peduli
Merangkak, berjalan, berlari
Tanpa ia sadari bahwa itu kuncinya
Kemenangan melebihi segunung emas
Karena itu wujud kerja keras
Kebaikan bagai mengosongkan laut
Karena itu sulit dicari
Itu lah kenyataannya
Nama : Rizqi Eka Pratiwi
Menerima
rasa sakit
Menjadi kuat itu, menyakitkan
Memang begitu bukan?
Aku hanya bisa merepotkan
Tak terhitung berapa kali membuat kesalahan
Akankah terus seperti ini selamanya?
Tidak...
Tidak akan!
Masih ada hal penting yang harus ku lakukan
Aku, masih harus berjuang
Mau sampai kapan aku bersedih?
Aneh sekali...
Aku tidak mengerti hal ini
Mengapa? Aku bernafas kan?
Aku ini hidup kan?
Apa aku ini sudah...
Apakah, ini akhirnya?
Disini sepi
Gelap sekali
Dingin
Aku takut!
Apakah ini kematian?
Tolonglah, kumohon Tuhan
Berikan hidup ini sedikit saja kebaikan
Kebaikan?!
Apa artinya menjadi orang baik?
Aku mohon padaMu!
Aku tidak ingin mati
Aku ingin tetap hidup
Kau bisa mengerti kan?
Mengapa aku tak memiliki apa-apa!
Kejam
Kenapa seperti ini?
Bukan aku yang salah disini
Yang salah adalah...
Dunia ini dan isinya!
Nama : Rosalia Aisyiah Rahmawati
SENJA
AMERTA
Di ujung hari penuh kenangan
Ukiran namamu kian menggelora di cakrawala
Hadirmu
Ibarat mantra penenang pada jelujur siang dan malam
Sketsa rona indahmu selalu muncul di antara siluet
jingga
Bak swastamita berjuta-juta malam tiada mengerang
Tak pernah lelah ku ukirkan sebait cinta
Untukmu senja amerta
Tak terasa, banyak waktu tlah berlalu
Teringat ketika seutas ikrar senja di ujung hari
mengikat mimpi kita
Menyatu hangat dalam belenggu asmara
Wajahmu tak akan pernah hilang walau seribu senja
telah berlalu
Ketika ayat-ayat cinta selalu terucap
Berjuta-juta kali kau tlah aamiini pula
Kau adalah hamba dari Sang Maha Cinta
Untukmu seseorang yang dulu sangat sulit untuk ku
genggam
Hadirmu seperti diksi-diksi indah yang sulit
dimengerti
Namun semesta berkata lain untuk semua harap dan doa
Kini hadirmu berhasil membalut luka-luka lama dengan
sempurna
Untukmu makhluk terindah
Teman terbaik mengarungi semua skenario indah-Nya
Seakan tanpa tujuan tapi teguh dalam satu impian
Kini cintamu
Terasa sangat hangat dan nyaman
Bagaikan helai-helai yang tak pernah padam meski
senja telah tenggelam
Nama : Sab’ah Ashfiya Adiratna Salim Putri
Hampa
yang Tercipta?
Ada manusia yang hampa
Banyak manusia yang bercipta
Yang hampa tidak pernah bertemu
Dengan sang senter
Yang bercipta tidak pernah bertemu
Dengan sang lampu jangkar
Sang
senter menjawab keluh kesah sang hampa
Untuk
apa aku menerangi suatu yang hampa?
Sang
lampu jangkar bersabda pada sang bercipta
Kau
tanpa kututurkan apa pun, pasti sudah amat mengerti
Nama : Sella Arinda
Kepada
Pemimpinku
Selamat kini kau bisa duduk di bangku pemerintahan
Selamat usahamu di waktu kampanye membuahkan hasil
Tetapi
Ada ribuan rakyat yang kau beri janji manis
kehidupan yang baik
Ada janjimu akan memberikan fasilitas sekolah yang
memadai
Ada janji akan memberikan lapangan kerja yang mapan
Jangan menjadi kacang yang lupa akan kulitnya
Tak ingatkah dulu bola matamu seperti menaruh
harapan besar kepada kami
Bukan berarti sorot matamu yang sekarang menampakkan
kebahagiaan adalah prestasimu
Kami menaruh harapan besar kepada tuan dan puan di
gedung yang megah itu
Apa yang kau ucapkan adalah janji yang akan
dipertanggungjawabkan
Dari rakyatmu, kami percaya kepadamu.
Nama : Singgih Adi Nugroho
Doa
Seorang Buruh
Embun menggelayut manja
di dedaunan
Menanda pagi indah datang
mengambang
Namun..
Tanpa sempat merasa dan
dirasa,
Alangkah muskil jantung
berdetak.
sebuah lengkingan
teriakan buruh terkubur pilu,
Yang menyebabkan tak
hanya satu bilur, melainkan beribu-ribu rundung
Lampau redup wajah tanpa
sinar bahagia
Dalam hati ia berkaca,
Apa Tuhan tak mendengar
doa dariku?
Doa dari seorang buruh,
agar bisa bertahan
Memerangi hamparan dunia
nan kejam.
Nama : Siti Ana Musfaizah
Milikku,
Malam ini aku dengan penaku
Kuputar-putar diantara telunjuk dan jari
tengah
Lalu, mulai kugoreskan tintanya
Di atas putih yang tak lagi putih
Putih yang kusam
Mirip aura kehampaan
Mulai kuceritakan dari hulu hingga hilir
Perjalananku mengagumimu
Dari jauh, amat sangat jauh
Seperti orang tak berakal
Mengharap balas sampai terlihat tak
waras
Tertampar, tanpa ada yang menampar
Bisa kau bayangkan?
Sakitnya tertampar kenyataan?
Ini lebih sakit dari tamparan tangan
Atau sabetan pedang
Dan aku berhasil mendapatkannya
Karenamu
Tapi aku tidak akan lelah, pun menyerah
Kau tetap milikku
Dalam mimpiku
Nama : Siti Nur Azizah
Secercah
Harapan
Dulu,
Negeri ini tentram tanpa sayu
Satu dua tiga saling membantu
Bersama-sama merasakan rintihan pilu
Dulu,
Ku pandang ibu pertiwi tersenyum tanpa sungkan
Rakyat bersenandung sorak kebahagiaan
Melukis hidup aman tanpa usikan
Kini,
Lihatlah..
Dengarlah..
Jenguklah sebentar, Tuan!
Keriuhan mengiringi setiap dinding negeri ini
Angin berbisik ibu pertiwi sedang bersedih hati
Tikus-tikus berdasi semakin gagah berkongsi
Berharap keadilan tetap hidup tanpa ternodai
Oh.. tertutupkah mungkin hati, Tuan?
Kami hanya mengepal secercah harapan
Patutlah pula engkau hiraukan
Jika engkau makhluk Tuhan yang dermawan
Nama : Sofi Andri Yani
Usai
Berlega
hati akan Tuhan atas datangmu
Bernyawaku
kini telah lekah bersamamu
Perjalanan
tak pernah nihil
Sesaat
ku tak pernah merasakan kesendirian
Besar
kepatuhan yang engkau lepaskan
Girang
gelebah dan hitam putih kita lampaui berbarengan
Batas
doaku berkepanjangan selalu dipanjatkan
Dalam
bungkam, ku ingin kau menetap tak sekedar berlabuh sekejap
Hingga
sampai selerangku telah berkerut
Rangka
tak lagi tangguh
Kaki
tak lagi perkasa menginjak
Kepatuhanmu
tetap membara
Belas
nan cintamu tetap menjalar membahana
Sekonyong-konyong
ku merasakan keheningan
Awan
tak lagi ada, mendung memuntahkan airnya
Gelap
Pagiku
meredup
Harapanku
telah habis
Kau
berangkat memenuhi lambaian sang Kuasa
Cerita
kita telah berhenti
Kenangan
kau bawa beku
Hidupku
kini seorang diri
Ditemani kenangan indah yang kau pahat sedari dini
Nama : Sri Wulandari
Kepadamu
Kasih
Selesaikan apa yang harus diselesaikan
Asal, dengan cara yang menyelesaikan
Jangan sampai, bertengkar hebat akan menambah balutan luka kemarin
Ingat, menjalin ikatan tidak semudah jatuh hati
Tidak ada yang disalahkan dan tidak ada yang menyalahkan
Jangan saling menyekat, agar kita tetap dekat
Sesuatu yang patah, akan merekah kembali
Karena patah, akan menatah suatu kisah
Jika tidak ingin runtuh, amarahmu harus diluluhkan
Agar tetap utuh
Jika sendiri adalah hal yang membuatmu tenang, terangkan baik-baik
Untuk kali ini, aku tidak ingin menerka
Sebab, menerka adalah hal yang tidak pasti
Oleh sebab itu, aku memintamu untuk berterus terang
Mari, saling menerangkan hal baik maupun buruk
Kasih, membersamaimu adalah kisah asih yang menggembirakan
Kasih, aku berterima kasih
Nama : Syafira Hanifah
Proses
Menjadi manusia dewasa sering kali terlihat
menyenangkan bagi anak kecil
Yang mereka pikir dengan dewasa kebebasan lebih
nyata
Pergi jauh kesana kemari sesuka hati
Mencoba hal hal baru bertemu kawan dan menghabiskan
waktu di luar bersama teman
Rasanya tidak ada batasan untuk terus mengeksplor
diri
Sedangkan menjadi bayi, makan pun harus disuapi
Terjatuh sedikit langsung diobati
Pergi jauh diawasi
Rangkulan orangtua selalu siap sedia
Namun, ketika sudah dewasa banyak hal berubah
Tak dipungkirii beban pundak semakin berat
Tanggungjawab, disiplin, mandiri benar benar menjadi
cerminan diri
Memikirkan masa depan dan arah hidup kita nanti
Mengahadapi masalah hidup sendiri
Merenungi kesalahan diri sendiri
Berpikir keras untuk memperbaiki diri
Berproses bukanlah hal yang mudah
Selamat untuk diri yang sudah melangkah sejauh ini
Kamu hebat, sekali lagi kamu hebar
Bagaimanapun pencapaianmu, kamu adalah orang yang
sudah berani
Kegagalan, kekecewaan, dan tangis yang sudah
membasahi pipi
Tentu akan menjadi saksi atas keberhasilan diri
nanti
Nama : Tiara Zahra Khalika
Kau
Ada di Ruang yang Salah
Kata orang we fall in love with people we can't have,
tapi bagiku sebaliknya. Ya benar, aku memang memilikimu. Bukan, bukan
memilikimu dalam arti; diakui dalam tanda tangan dibuku kecil, tapi kali ini
hanya memilikimu, itu saja.
Kau yang bersamaku saat
ini, sesungguhnya delusi yang belum sepenuhnya nyata. Setengahmu masih berada
di ruang bersamanya, belum berada di ruang yang hanya diisi aku dan kau.
Kadang berisikan dusta
dan ingkar yang tak ingin padam. Kasih, ini adalah semiotika. Mungkin kali ini
yang harus padam adalah kita.
Nama : Tri Widiyanti
Rasa
Yang Terpendam
Entah dari mana harus aku memulai
Malam sunyi yang menemani
Dengan kabut tebal yang menyelimuti hati
Aku yang mencintaimu dalam diam
Yang tak mampu untuk mengungkapkan
Bahkan untuk menyapamu saja aku ragu
Entah sejak kapan rasa ini ada
Aku pun tak tau
Jika kamu bertanya apa itu cinta dalam diam?
Mungkin...
Itu adalah rasaku yang mencintaimu
Tapi tak mampu ku ucapkan
Karena terlalu takut harapan akan berakhir
kekecewaan
Andai senja mengerti
Bagaimana sakitnya sebuah harapan
Yang tak berujung balasan
Karena tak mampu diucapkan
Mungkin dia bersedia bertahan sebentar lagi
Untuk menemani hati yang lelah menanti
Andai hujan tau
Bagaimana sakitnya hati ini
Berpura-pura bahagia walaupun hati terluka
Mungkin dia bersedia turun lebih lama
Dan membiarkan ku menangis dibawahnya
Agar tak seorang pun tau
Bahwa aku begitu terluka
Disini....
Dibalik jendela kamar dimalam hari
Ada sesorang yang terus menantimu
Dengan seonggok harapan
Namun tak mampu menyampaikan
Hanya mampu menicntaimu dalam diam
Dan semoga kamu lekas paham
Akan rasaku yang telah lama ku pendam
Nama : Upik Setyorini
BERTAMU DAN BERTEMU DALAM ANGAN
Subuh
menjelang pagi berbekal tas jinjing berisi harapan aku ingin menjumpaimu. Kaki
beralaskan rindu menapaki tanah yang basah terguyur hujan. Berjalan
berjinjit-jinjit menghindari kubangan-kubangan luka. Namun, kuat inginku bertemu.
Meski kadang, saking santernya angan melipur, aku lalai dan terjebak dalam
kubangan yang lebih besar. Tas jinjing tepat di bawah lututku terpercik air
kubangan lumpur. Harapan di dalamnya pun ternodai oleh tingkah laku diri
sendiri.
Ketika
di tengah perjalanan menuju arah pertemuan, hujan turun seakan menemani
langkahku. Segera ku keluarkan payung perlindungan. Bukannya aku tak menyukai
hujan. Tapi untuk saat ini aku memilih agar tidak hanyut dalam guyuran hujan.
Bulirnya kadang lancang menyambangi pelupuk mata. Ku lampiaskan tas jinjing
bersama tangan kiriku. Ku pegang gagang erat-erat bersama tangan kananku.
Hingga aku bingung untuk sekedar membenarkan selampir hijabku.
Hujan
yang terhiraukan tampaknya marah. Ia pun meredakan diri dalam membasahi langkahku.
Kembali ku tekuk payung itu, lagi-lagi melibatkan tas jinjing. Tas jinjing
berisi angan untuk bertamu yang hanya merepotkanku. Piciknya diriku masih mau
membersamainya. Decak langkahku semakin keras hingga sampailah aku di ujung
jalan buntu. Ternyata. Salah arah, kecewa pun menghakimi pikiranku.
Huhhhh.
Aku
mengharapkan diriku adalah tamu ( meski tak diundang). Aku mengharapkan temu
meski kamu tak rindu.
Inginku
bertamu dan bertemu hanya sebatas angan. Namun, aku tidak menyalahkan angan.
Aku menghargai sebuah perjuangan untuk melalui kubangan-kubangan. Meski sempat
menolak datangnya hujan hadir kembali. Yang ada sekarang, bulir itu hadir di
sudut mata kanan dan kiri. Terhenti di ujung jari. Mengisyaratkan
kekecewaan.
Nama : Windi Mega Saputri
Sampai
Jumpa
Kutaburi doa tulus di setiap pengunjung malam
Kupinta agar engkau diampunkan
Dan diberi sebuah anugerah
Setiap sambutan mu adalah kebahagiaanku
Kasih sayangmu kau isyaratkan sentuhan hangat di
jemariku
Dikala engkau menimang ku penuh ketenangan
Seolah engkau pun berkata,
"Jadilah wanita kuat dan berani lah hadapi
dunia"
Meski pelukanmu tak sehangat pelukan ibu
Perjuangan untuk Putri semata wayang mu sangatlah
besar
Jiwamu selalu terpatri dalam hati nurani
Layangmu kan abadi di relung hati
Sampai jumpa, ayah
Di kehidupan selanjutnya
Salam sayang kan selalu ku terima
Rintik kerinduan
Nama : Yogi Catur Nugraheni
Jangan
Menyanyi di Kamar Mandi
Akhirnya, hari yang
kutunggu - tunggu tiba. Hari dimana aku akan menjadi seorang mahasiswa. Ya, beberapa
bulan lalu aku begitu bahagia menyampaikan pengumuman ini kepada orang tuaku.
Aku dinyatakan lolos dari ujian masuk perguruan tinggi melalui jalur SBMPTN
(Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Aku tidak meyangka jika aku
akan segera melalui kehidupan baru. Bukan hanya menjadi seorang mahasiswa
melainkan aku akan menjadi anak perantauan. Aku terpaksa memilih perguruan
tinggi di luar kota karena memang sejak kecil aku memimpikannya.
Sebenarnya,orang tuaku cukup berat hati merelakan putri bungsunya harus jauh
dari mereka. Namun, aku selalu meyakinkan mereka bahwa aku akan baik-baik saja.
Aku juga berjanji akan selalu mengabari mengenai bagaimana keadaanku di sana
nantinya.
***
Sesampainya di kos aku
membereskan barang-barangku. Bangunan kos ini lumayan besar, berlantai dua
dengan sepuluh kamar di bawah dan sepuluh lagi di atas disertai dapur dan
beberapa kamar mandi di setiap lantainya. Bangunan ini juga memiliki lahan
parkir yang luas, walaupun kebanyakan anak kos di sini tidak membawa kendaraan,
hanya beberapa saja. Dari luar, bangunan kos ini nampak terlihat seperti
bangunan baru namun ternyata ketika sudah memasukinya akan terlihat jika
bangunan kos ini merupakan bangunan tua yang direnovasi dengan sedemikian rupa
hingga terlihat apik.
Untuk ukuran kamar aku
menyukainya, karena ukurannya sedang, tidak begitu sempit dan tidak begitu
luas. Dengan badan yang sudah terlalu lelah, aku pun tertidur hingga belum
sempat berkenalan dengan teman-teman yang mengekos di sini. Aku kira, tidur di
hari pertama ini akan susah namun ternyata begitu mudah aku lakukan.
Aku terbangun dari
tidur panjangku. Tunggu, tidur panjang? Aku rasa tidak. Ini masih tengah malam.
Jam dinding di kamarku menunjukkan sekarang masih pukul 00.09. Apa yang harus
aku lakukan di jam ini? Belajar? Perkuliahan saja belum, mau belajar apa
aku,.Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri dari kasur, bergegas ke kamar
mandi untuk mengambil wudhu.
Sebenarnya aku bukan
tipe orang penakut dengan lingkungan baru. Namun, ketika di kamar mandi aku
merasakan suasana yang berbeda. Aku merasa ada yang mengawasiku di ujung kamar
mandi itu. Dengan cepat, aku menghilangkan pikiran tersebut. Aku harus segera
mengambil wudhu agar bisa kembali ke kamarku dengan cepat.
Sudah kebiasaan dari
dulu, jika aku merasa takut aku akan menyanyi. Menyanyikan lagu, bisa membuat
ketakutanku sedikit berkurang. Aku mulai bersenandung lirih sembari menjogetkan
kepalaku. Namun ketika aku mulai mendekati pintu kamar mandi, aku merasa ada
yang mengikutiku bersenandung. Ketika aku mencoba menghentikan nyanyianku,
suara itu juga ikut berhenti. Iseng, aku mencoba menyanyi lagi dan berhenti
lagi. Benar, ada seseorang yang mengikutiku bernyanyi. Tapi mengapa suara itu
terdengar dari dalam kamar mandi pojok? Tidak mungkin jika ada orang di dalam
sana karena pintu itu terkunci oleh gembok. Aku memberanikan bertanya,
“halo, ada orang di
sana?” tanyaku. Namun, tidak ada yang menjawab. Tak lama kemudian, ketika aku
menyalakan air, aku mendengar suara nyanyian jawa yang disenandungkan dengan
halus namun membuat tubuhku bergidik ngeri. Mendengar suara itu, refleks aku
melarikan diri dari kamar mandi. Aku belum selesai wudhu dan tidak berani untuk
kembali ke kamar mandi lagi. Aku segera melompat ke kasur dan menyelimuti
seluruh tubuhku dengan selimut.
Baru pertama kali ini
aku benar-benar merasa ketakutan. Aku tidak pernah mendengar suara-suara aneh
atau bahkan nyanyian-nyanyian yang membuat bulu kudukku berdiri. Di dalam
kamar, aku tidak bisa tidur karena taku sekaligus panik. Aku hanya memejamkan
mataku tanpa ada rasa kantuk. Dan kalian tahu, aku tidak tidur hingga subuh.
***
Pagi harinya aku
mencoba berkenalan sembari bertanya ke anak-anak kos disini yang mungkin saja
ada yang iseng mengerjaiku tadi malam. Ternyata sedikit dari mereka yang pergi
ke kamar mandi tadi malam. Itu pun hanya satu orang dan itu di lantai bawah,
sedangkan aku berada di lantai atas. Jawaban mereka lantas membuatku kaget,
takut secara bersamaan.
“memangnya kenapa mbak?” Tanya salah satu anak kepadaku.
Lalu aku menceritakan kejadian tadi malam. Kemudian salah satu anak kos yang
sudah lama tinggal di kos ini memperingatkanku.
“jangan pernah menyanyi
di kamar mandi, jika sudah ada yang memulainya dia tidak akan berhenti
menyanyikan lagu-lagu seram itu” katanya.
Mendengar
jawaban itu membuat anak anak penghuni kos baru bergidik ketakutan termasuk
aku. Sejak saat itu, aku tidak akan lagi menyanyi di kamar mandi.
Komentar
Posting Komentar