Makhluk
Kecil yang Memberi Makna Besar
Karya:
Ratna Cahyaningtyas
Satu
tahun sudah kita bergelut dengan makhluk bumi yang tak dapat dilihat oleh mata
telanjang. Makhluk kecil yang sangat mematikan dan tak ada yang bisa
melawannya. Semua terjadi tanpa diperkirakan, menyerang begitu cepat dan
menghentikan waktu yang sedang berputar. Segala aktivitas ditiadakan. Sekolah
diliburkan. Para pekerja diberhentikan sementara. Semua berhenti, seakan mati.
Akan tetapi tidak dengan para tenaga medis yang terus bekerja seakan waktu
cepat berlalu. Setiap hari terus beredar kabar melalui berbagai media baik televisi,
radio, media sosial, koran, dan lain-lain mengenai update kasus Covid-19 di
Indonesia. Mau tidak mau seluruh lapisan masyarakat harus diam di rumah guna
memutus rantai penyebaran Covid-19. Mungkin saja bumi sudah cukup tua untuk
menampung ribuan bahkan jutaan makhluk di bumi. Banyak tindakan manusia yang
kurang mencerminkan sikap cinta lingkungan dan menjaga lingkungan, hal tersebut
menjadi salah satu teori konspirasi mengenai munculnya Covid 19. Dengan
berkurangnya manusia, bumi dapat sedikit bernafas.
Tidak
ada yang mengingkan hidup ini berhenti, hidup yang hanya seputar di rumah
dengan segala aktivitas yang terbatas. Banyak masyarakat yang memutar pikiran
untuk menggantikan aktivitas mereka. Mencari inovasi untuk menyambung rezeki.
Perekonomian menurun drastis. Banyak pegawai kantoran terkena PHK. Banyak siswa
putus sekolah akibat kondisi psikologis
dan sarana yang kurang memadai untuk melaksanakan sekolah daring seperti
harus memiliki smartphone atau laptop
dan paket data untuk menjangkau internet. Semua terkesan menyakitkan dan sangat
sulit akibat Covid-19. Termasuk yang aku rasakan. Sebagai seorang mahasiswi
yang baru menginjak semester 2 saat itu yang sedang senang senangnya merasakan
kuliah dan baru saja mendaftar organisasi mahasiswa. Semua kebahagiaan yang aku
rasakan sebagai seorang mahasiswi harus berhenti saat itu juga. Setelah
melaksanakan kongres AD/ART Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia pada tanggal 14 Maret 2020, saat itu juga tanpa disadari
adalah saat terakhir aku melaksanakan aktivitas di kampus. Awal periode yang
sangat menyedihkan, segala program kerja yang sudah disusun oleh Himpunan
Mahasiswa harus terlaksana secara online atau dalam jaringan dan ada pula
beberapa program kerja yang tidak terlaksana akibat terkendala pandemi.
Hari
demi hari, hingga berbulan bulan mau tidak mau harus melaksanakan kegiatan
perkuliahan dengan duudk manis di depan layar laptop sambil mendengarkan
penjelasan dosen, menatap layar handphone
sambil membaca pesan singkat dari dosen mengenai informasi perkuliahan dan
berakhir pada jawaban “Baik Pak, Baik Bu”. Semua terasa memilukan. Jenuh,
semangat belajar menurun. Di awal pandemi aku memiliki aktivitas yang cukup
produktif, sempat berpikir bahwa Covid-19 segera pergi dari muka bumi ini. Akan
tetapi aku salah, aktivitas yang cukup banyak aku lakukan setiap harinya bahkan
berbulan-bulan aku lakukan belum cukup menemani masa pandemi. Awalnya aku
merasa senang bisa kuliah di rumah, tentu bisa lebih merasa santai, memiliki waktu untuk keluarga lebih lama,
bisa melakukan me time dan aktivitas
pribadi lainnya yang menyenangkan. Bahkan aplikasi yang dulunya dianggap
aplikasi alay saat ini menjadi aplikasi sejuta umat. Yap,
TikTok. Awalnya hanya digunakan untuk pengisi waktu luang, namun saat ini
TikTok dapat digunakan untuk menghasilkan uang. Pandemi banyak menghasilkan
inovasi baru pada masyarakat. Termasuk aku dan adikku yang merintis usaha
masker, pengait masker, dan strapmask. Kita
berpikir bahwa saat ini semua orang pasti memiliki kebutuhan masker dan accessories yang banyak diminati kaum
hawa tentu juga tidak kalah dibutuhkan.
Pengalaman
yang aku dapatkan selama awal pandemi hingga saat ini cukup banyak, dari adanya
perkuliahan daring aku menjadi tau mengenai berbagai aplikasi pembelajaran yang
selama ini belum pernah aku temui dan belum pernah aku ketahui. Seperti google meet, zoom, google classroom, prezi, dan
aplikasi lainnya. Selain itu, dengan adanya pandemi Covid-19 semua ide dan
inovasi usaha terus mengalir. Usaha yang sedang aku rintis bersama adekku saat
ini adalah strapmask, awalnya aku dan
adikku juga berjualan masker kain, namun seiring dengan maraknya masker duckbill masyarakat lebih memilih masker
tersebut sehingga masker kain yang aku jual sudah kurang diminati oleh
masyarakat. Aku dan adikku mencari ide lain, yaitu accessories masker yang berupa pengait maupun strapmask. Alhamdulillah usaha kedua yang mulai aku rintis dengan
adikku membuahkan hasil yang cukup banyak. Banyak masyarakat yang suka dan
minat dengan accessories handmade ku
dan adikku, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Cara membuatnya memanf
cukup rumit bahkan membutuhkan waktu dan keseriusan untuk menyelesaikan,
sehingga aku dan adikku hanya sekedar membuatkan pesanan saja belum samapai
membuka shopee karena kami takut
ketika kebanjiran pembeli kami tidak sanggup melayaninya dikarneakan aku dan
adikku masih sama-sama menjalani studi.
Di
sisi lain, aku juga menjadi tahu bahwa pekerjaan rumah sangatlah berat. Selama
pandemic, aku yang membantu pekerjaan rumah. Mulai dari menyapu lantai,
mengepel, menjemur pakaian, menyetrika, dan masih banyak lagi. Semua terkesan
asik dan menyenangkan ketika dijalani dengan senang hati, namun ketika aku
asyik mengerjakan pekerjaan rumah, aku selalu merasa malas untuk mengikuti
kelas online yang hanya duduk saja
sambil mengamati monitor laptop. Itu sangat membosankan. Belum lagi jika harus
mengikuti rapat online Himaprodi PBSI yang juga amat sangat membosankan, aku
sering merasa jenuh ketika harus mengikuti kegiatan-kegiatan yang berbau online
karena selain hanya duudk manis sambil menatap monitor laptop sinyal di rumahku
juga tidak menjangkau sehingga sering mengalami putur jaringan dan hal tersebut
menyebabkan aku sulit memahami secara mendalam apa yang disampaikan oleh dosen.
Itu
semua adalah sedikit pengalaman dan hal-hal yang aku dapat serta rasakan selama
awal pandemi hingga saat ini. Setiap apa yang terjadi pasti memiliki alasan.
Semua sudah menjadi garis Sang Maha Kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa
menjalani dan mengambil hikmah untuk bekal kehidupan kedepannya. Pandemi memang
belum berakhir, sekolah pun masih ditutup meskipun ada yang sudah melaksanakan
pembelajaran secara hybrid learning namun
tidak menutup kemungkinan untuk sekolah ditutup lagi karena penyebaran Covid-19
yang semakin menyebar luas dan korban yang masih terus bertambah. Sebagai
manusia yang hanya menjadi “pemain” dalam skenario hidup, kita hanya bisa
berusaha dan beroda yang terbaik. Doa ku, semoga pandemi segera berakhir,
segala aktivitas dapat berjalan semestinya seperti sedia kala, tidak lagi
menggunakan masker dalam kegiatan sehari hari. Untuk ibu pertiwi, lekaslah
membaik dan segera pulih. Maafkan kami yang tidak bisa menjaga serta merawatmu.
Dari kami, manusia tidak tahu diri. Leksalah membaik, bumiku!
Komentar
Posting Komentar