Lantaran Himaprodi PBSI: Cerpen 'Galaksi Halusinasi' Karya Ervina Prisnadani

   Galaksi Halusinasi 

Karya : Ervina Prisnadani


Pada hakikatnya, hati berhak untuk berhenti. Ia berhak untuk mengerti, ia berhak untuk menanti. Akan tetapi hidup bukan melulu tentang mengalah, ia berhak untuk memperjuangkan dan diperjuangkan. Bukan salahnya jika besar ego daripada nalurinya. Siapa tau isi hati ? Bagaimana jika hanya kenangan yang bisa memberi gambaran bagaimana hati ketika dihianati oleh seorang yang kamu anggap spesial, bahkan isi seluruh dunia sudah kau berikan dengannya. 

Kisah ini bermula saat aku menginjakkan kaki di Tanah yang terkenal dengan pesona pantai, kuliner Gudeg, bakpia pathok, dan budaya jawa yang sangat melekat. Iyaa itu Kota Yogyakarta, tempat dimana aku bertemu dengan Edgar,sosok laki-laki yang memiliki paras ganteng, senyum semanis madu, dan tak lupa tutur kata yang sangat halus. Membayangkan pesona dia saja sudah membuatku menjadi tidak karuan. Saat itu aku sedang mengurus adminsitrasi di Kampus Ternama di Yogyakarta, tak sengaja dompetku jatuh saat melangkah memasuki ruangan lalu ,......

Edgar : “maaf, permisi mbak ini dompet anda jatuh” (dengan senyum yang manis)

Aku : “oh, terima kasih mas” (sambil buru-buru mengambil dompet)

Semenjak kejadian itu aku sering berpapasan dengan Edgar, kami hanya saling menyapa lewat senyum saja. Di kampus aku memiliki teman dekat bernama Erin, Laras, dan Niko. Mereka adalah teman sekaligus keluarga bagiku. Karena menjadi anak rantau,harus jauh dari kasih sayang orang tua dan rasa sepi yang pasti melanda dalam hati. Namun ada tanggungjawab yang harus aku pikul dengan sangat berat, yaitu menjadi satu-satunya harapan keluargaku karena bisa kuliah di Universitas ternama di Yogyakarta bahkan secara tidak langsung aku dituntun agar bisa mengangkat nama baik  orang tuaku. Tentu aku menjadi anak ambis di kampus, agar uang yang dikeluarkan orang tuaku seimbang dengan hasil yang aku dapat. Erin adalah sahabat yang selalu membantuku mengerjakan tugas, bahkan ia sering melihatkan hasil pekerjaannya saat aku sudah kehabisan ide. Hari –hari ku berjalan sangat normal, kuliah – mengerjakan tugas- organisasi. Namun tak lama Laras bersama Niko mengajakku untuk gabung dalam UKM Pelita Harapan, sebenarnya aku tidak begitu antusias namun aku berfikir ‘Masa S1 hanya terjadi satu kali saja, daripada aku menyesal lebih baik memulai”. Tiba hari dimana aku bersama teman-teman mengadakan rapat Pelita. 

Laras : “ eh zef, kenalin ini Ketua Pelita kita namanya Mas Edgar”

Niko : “dijabat dong tanganya zef, kasihan tu ditungguin”

Aku : “eehh, iya Mas. Kenalin aku Zefanya angakatan 20”

Jelas aku sangat kaget serta kikuk, karena sudah lama aku tidak berpapasan dengan Edgar lagi. Namun tidak aku fikir terlalu dalam karena entah akhir-akhir ini aku mulai ada rasa kepada Niko, dia begitu baik, selalu ada saat aku butuh, bahkan saat uang Transfer dari Ayah belum dikirim ia rela meminjamkan uangnya. Tidak hanya itu , ia pandai  dan sering kali aku main kerumahnya untuk belajar bersama dengan teman-teman.  Rasa sukaku terhadap Niko semakin lama makin kuat,namun tiba-tiba aku dipatahkan dengan realita yang ada. Bahwa Niko telah memilih Laras untuk menjadi pacarnya, aku tentu saja malu, sakit hati karena aku anggap Niko juga menyukaiku ternyata tidak, hanya ada kenangan manis yang aku buat sendiri dengan imajinasiku. 

Setelah berbulan-bulan aku kembali di sibukkan dengan acara-acara di Pelita, hal ini justru membuat aku dan Edgar lebih dekat lagi. Namun aku tidak ingin terburu-buru karena aku  tidak ingin kembali gagal. Tak terasa Edgar benar-benar menaruh hati padaku,dan akhirnya kami pacaran. Hari-hariku selalu diisi dengan kebahagiaan, canda tawa, bahkan saat sedih ia selalu ada disampingku. Sampai pada akhirnya ia mulai sibuk dengan segala persiapan untuk skripsinya, komunikasi tidak lancar, ia bersikap dingin dan cuek. Dan setelah aku bersabar dan menunggu lama ternyata ia memilih untuk pergi padahal aku sudah berikan mahkotaku untuk nya, aku hancur dan menyesal. Edgar terlihat seperti laki-laki kotor lainnya yang menjilat ludahnya sendiri. Atau aku yang terlalu bodoh dan dungu. Ku ingat lagi kata-kata manis yang sering Edgar katakan 

Edgar : “tenang zef, besok setelah aku lulus wisuda. Kita bakal nikah kok aku tunggu kamu selesai kuliah. Karena aku janji tidak akan meninggalkan kamu, kita akan hidup sama-sama”

Cuihhh bullshit, marah dan sesak dadaku bila mengingatnya. Aku jadi teringat kata-kata Ibu “orang yang kamu sayang tidak akan membuatmu menjadi barang bekas, bahkan sampai satu tetes air mata tidak akan menetes kepipimu, namun perlu dingat nak bahwa kita tidak tau dalamnya isi hati seseorang bahkan ketika kita sudah benar-benar yakin kepadanya”

Menangis rasanya  bila mengingat itu semua, namun bukan saat nya untuk menyesali yang sudah terjadi. Karena masa lalu harus dihadapi dan dijadikan pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik. Selain itu seperti halnya daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dirinya jatuh begitu saja.  Tak melawan, mengikhaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah.  Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar.  Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.  Tak peduli lewat apa peneriman, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat yang sedih dan menyedihkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.


Komentar

Posting Komentar