Lantaran Himaprodi PBSI : Puisi ‘Gadis Tak Berterima’ Karya Anisa Kurniyati

 Gadis Tak Berterima 

Oleh : Anisa Kurniyati


Jalan berselimut tanah, di depan gubuk kecilnya, 

yang sesekali lalu lalang itu mengusik dirinya, 

dan juga ketenangannya, 

adalah pemandangan indah dan favorit. 

Mungkin, jalan tanah itu meniupkan angin yang,

mengandung mantra hipnotis. 

Membuahkan satu

tatapan ke depan, Saklek!

Tak berkedip sedikit pun. 

Sayu matanya, tampak benar menempel pada, 

gadis itu. 


Jalan berselimut tanah, di depan gubuk kecilnya, 

setia, menemani gadis itu, memikirkan hidupnya!

Menopang dagu,

adalah kebiasaan gadis itu sembari menggeraikan,

rambutnya yang lepek dan disinggahi kutu,

lurus, jatuh ke depan dan ke belakang. 

Lalat yang menggerayangi muka beratus kali,

tak pernah gadis itu hiraukan. 

Tak pernah sekalipun diusir, 

seolah dibiarkan lalat itu menggerayangi mukanya, 

yang minyakan. 

Ia masih terpaku dalam lamunnya.


Jalan berselimut tanah, di depan gubuk kecilnya, 

setapak demi setapak dipijaknya,

hendak mencoba berbaur dengan gadis sebaya.

Gigi kuning dan berantakan itu, ia tunjukkan kepada,

dunia, terutama orang yang ditemui,

sepanjang jalan.

Di ujung, segerombolan gadis molek sedang

memanjakan mulutnya,

bu pejabat pun jadi sasarannya.

Semakin dekat, gadis-gadis molek itu saling beradu mata.

melihat kedatangan satu gadis dari gubuk kecil,

refleks, mereka mengangkat tangan,

dan didaratkan pada hidung peseknya.


Jalan berselimut tanah, di depan gubuk kecilnya,

yang kini berhubungan dengan jalan tanah di ujung,

menjadi wadah tetesan bening dari pelupuk mata,

gadis itu.

Semakin mendekat ke gubuk peninggalan orang tuanya,

tetesan bening itu semakin disapukan oleh angin,

sehingga tak seorang pun akan melihat,

bukti kesedihan apalagi kesengsaraan,

dari gadis gubuk kecil itu.

Hanya sepanjang jalan tanah,

dua pendampingnya yang tak kasat mata,

dan Tuhan yang Maha Pemurah.

Sebagai saksi. 

Komentar