Lantaran Himaprodi PBSI : Puisi ‘ Haribaan Nusantara ’ Karya Najla Hanani

 Haribaan Nusantara

Karya : Najla Hanani

Sang permai

Lukisan Kuasa tertoreh manis mengindahkan pijak manusia

Lama langkah manusia, pada satu titik menyinggahi garis khayal yang terlingkar memeluk dunia

Bertanah pantang terban lebih tinggi, dingin mengemasi hari mencipta sua

Berlurah lantak rendah, panas menyalakan jiwa mencipta kultur yang agam irama

Meramu rupa-rupa, menghidupkan banyak nyawa

Menjamu netra, tiada tercekat masa

Meminang daksa, tiada terpicik kasta

Karunia yang tiada usainya


Perihal nabastala

Atap bernaung pertiwi yang senyap, merintih, bersuka, meneriaki isi bumi, atau?

Segala rintiknya yang membawa kerinduan bau hujan, menyuarakan derau

bersentuh tanah atas ketenangan

Sarwa teriknya memeras peluh, yang mengiring romantisme perjuangan insan

Damai yang nila? Ah ia kelabu? Atau benar mambang berma? Langit yang mana?

Yang mana lagi, Tuhan menarupi kita satu teduh yang sama

Sepoinya mengalun, menarikan ribuan ilalang, menerbangkan serbuk bunga

hingga sudut cakrawala

Jutaan sayap-sayap hidup melangit, bermuara menjajaki mega-mega yang beriringan citra-Nya

Menyanyikan desis alam, menyejukan sukma gulana yang tidak mesti kapan

bersenda


Pasang laut menyambut ubah terkam, airnya bercerita

Mengantar nelayan payang untuk penghidupan, atau penghabisan nyawa?

Kiranya ia, bayu nan tenang alur baik siaga terjaga

Tiada terka berapa ekor insang, rumah berapa karang, sedalam berapa jua

Atas surutnya menghampar banyak harap sukma

Perahu usang melabuhkan pria tua, pulang tak habis memuji bagaskara

Untuk jingga, lembayung kurva tersenyum seutas karya

Untuk jingga, hiruk pikuk menepi atas nama cinta

Untuk birunya, lepas mengutuk sendu tak bersudah saja


Sang tapak kaki tergagu

Ancala menebas sebam, menadahkan pendar akan nadi yang termangu

Petakan permadani hijau menggelar lugu

Atma melaung gelagat berdetak, mengudarakan harum desa, panjang umur

keasrian

Payung wana menyeruak, anak rimba menyela patenkan peraduan

Satwa marga mengalihkan liarnya, flora semerbak subur menumbuh ruah

Metropolis mendebarkan pura membunuh alamnya, siapa kesah

Lentik penari, gagah panglima, ukir prasasti, sulam sejarahnya

Bhineka mewarna


Mewarisi kenikmatan Tuhan yang sedang bahagia

Berseru kasih nan menerima nihil taranya

Pacik haribaan

Meraup tanah yang rupawan

Keterpikatan mana yang segan berpaling?

Pangkuan Bunda, akan tetap di sini tak bergeming

Meraja buana melela pijaraya

Keajaiban bumi pertiwi bumi kita

Atas nama Indonesia

Komentar