Lantaran Himaprodi PBSI : Puisi ‘ Menggulung Mimpi ’ Karya Restiana Setia Ningrum

Menggulung Mimpi 
Karya : Restiana Setia Ningrum

Angin garam membelai pepucuk ilalang
Menerbangkan serat-seratnya
Lagi, lagi, dan lagi, Bu!
Keadilan bagi perempuan itu masih tabu

Jadi perempuan memang sulit, ya, Bu?
Langkah kakiku mungkin terus melaju
Tapi kedua teligaku tak bisa selamanya mengabaikan 
Caci-maki tentang hakikatku
Omong kosong tentang kodratku

Jalan yang kutempuh masih sama sepertimu dulu, Bu!
Rasanya akan berakhir di jiwa kelu
Mungkin juga memenggal kepalaku
Sebab mimpiku dipertanyakan tanpa mengenal tempat dan waktu

Bu, sejauh perjalanan
Mungkin tak terhitung berapa tikungan telah kulewati
Beberapa debar buat kram masih tersisa dalam diri
Terkadang menjerit gemas untuk melepas hasrat yang cemas

Begitu rawan…
Begitu menyulitkan…
Ah, perjalanan ini!
Memeram kisah demi kisah menyayat hati

Menerawang sayup-sayup
Meramu kabut di hulu
Di sana pusar waktu kutangkap membiru
Spatula dan garpu ditawarkan kepadaku
Katanya dapur adalah tempat sejati kaum perempuan sepertiku

Mulutnya mulai menggongong 
Katanya sebelum subuh luruh
Kaum perempuan harus sudah menanak peluh
Di jalan-jalan becek pasar
Bergelut dengan bayang-bayang pagi dan sayur-sayur segar

Aku tahu, Bu!
Tempuhmu dulu juga susah
Dari jalan desa kau melata
Tak putus-putus mencurahkan asa

Tapi, aku lebih kuat darimu, Bu!
Meski hamparan kanvasku sudah seperti padang kurusetra
Karena terus kulukis dengan darah dan air mata
Meski jariku terpotong seperti Ekalaya
Aku tidak akan kalah
Oleh para bromocorah dan sekumpulan durjana

Engkau paham, kan, Bu?!
Dengan kuasa aksara dan warna
Aku sungguh sekadar ingin bersuara
Meski lidah dan jiwaku nyaris hangus diberangus pralaya

Karena ini aku
Yang tidak menemukan cara bertahan hidup selain melawan semesta
Ini aku, kau, kita kan, Bu?
Yang tak akan menggulung badan dan mimpinya

Komentar