Mari Bertaruh
Karya: Najla Hanani
/Permulaan/
Tangis pertamanya menderu mengisi bumi dengan sorak haru
satu nadi lahir begitu keras menelan takdir
menyulam utasan senyum, berebut mengharibakan buih air mata Tuhan padanya
hanya kala itu,
“apa berikutnya masih dengan senyum yang sama Puan?”
pias tatapnya tegas membasuh sedih, untuk gembiranya seteguh hati tiada luruh mendarat menampar hasrat
tangan itu lunglai merengkuh hangat menyatukan kasih atas derai yang dilihat
“sekuat apa rasa suam yang kulitnya ingat?”
ada jutaan damai terpatri di wajah pasinya, mengutuk banyak duka untuk menjauh dari harta yang ditimangnya
menenangkan atas reda yang didamba detik itu juga, menguraikan jemari kecil yang tercekal erat
“apa yang digenggam hebat?”
mari bertaruh, tiga koin untuk tiga harap yang bertahan tepat.
/Peraduan/
“Sudah berapa kalimat doa yang mengudara di atas kepala?
sudah berapa kata mohon yang dipinta tanpa berkaca?
sudah berapa lantak kasih yang hilang?”
relung jiwanya menyimbur serapah, mengutuk umur yang berlanjut jua
jatuh.
“Ia buta tumpuan Bu!”
lelah memaki hasil yang tak kunjung menyentuh bahagia
katanya.
“Apa Tuhan tertawa?
Ibu, ini sangat sendu...”
menyedihkan
luka itu perlu jeda di depan arah jalan yang liar
mari bertaruh, ia sama sekali tidak mahir berpura.
/Pemburuan/
Suara berisik, meneriaki asa tinggi yang menyesakkan bintang
“tangan mana yang berani mencuri hak cita bocah ingusan?”
dunia bersorai memicik pikirnya memalukan
“ketidakmungkinan dari bibir mereka-
injak! tak perlu diagungkan
angan dari ragam nyawa, bebas dilangitkan
salah arah memilih kembali atau diteruskan?”
mari bertaruh, tak kasat jalan cekam ketakutan.
/Pertunjukan/
“Apa yang dimainkan, perlu diberi paham?”
katanya, ia gagu di tengah sengketa ruah
banyak remeh yang mentertawakan
“ah dengar! sangat renyah”
semesta seakan buntu tanpa membantu
Pertiwi segan henti berputar hanya sebentar menepuk pundakmu
“berat Bu...”
hal depan yang mendapat masa, hampir lenyap sia-sia
mimpinya mengalun, ada lagu lama yang sukar dilupa pitam
kata "selesai" yang ditunggu, tidak tentu lari kemana
mari bertaruh, tertanda atas perjanjian euforia.
/Penyuguhan/
Salam pada kaki bumi
ludahi kesedihannya
“Tuan!”
kita punya kita
peluk peliknya, rengkuh ringkihnya biar kesah memberinya udara
“terima!”
tidak apa atas tukasan yang seolah meraja tanpa ringan kasta
“terima!”
terima kasih dengan paksa, yang sudah terbiasa
semua menunduk rendah suara di akhir cerita
“silakan atur napas, lelah mana yang harus diberi tanda
silakan menepi, sebentar saja nikmati sakit atas nama dewasa”
mari bertaruh, panjang umur juang senda
Komentar
Posting Komentar