Lantaran Cerpen 'Endang' Karya: Ryp Firman

 Endang

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang perempuan di sebuah kerajaan. Ia merupakan seorang yatim-piatu sejak kecil. Dia bernama Endang. Dia berperawakan tinggi kurus, rambut hitam kusut keriting tak beraturan, berkulit gelap, memiliki bola mata besar, lubang hidung sebesar jempol kaki, dan gigi atasnya lebih maju 5 senti dari gigi bawahnya.

Meskipun miskin, Endang adalah seorang yang ulet dalam bekerja. Pekerjaanya sehari-hari adalah mengumpulkan tanaman obat lalu dikeringkan dengan cara dijemur, kemudian ia jual di pasar untuk membeli beras atau rempah bumbu masakan. Setiap pagi setelah subuh, ia mencari tanaman obat di hutan belakang rumahnya. Karena menurut pengalamanya, ia lebih mudah menemukan tanaman obat di pagi hari daripada di waktu lain.

Suatu hari saat Endang dalam perjalanan menuju hutan, ia mendengar suara meronta kesakitan dan meminta tolong. "Tolongg...ahh.. tolongg". Endang yang mendengarnya pun langsung berlari ke arah sumber suara tersebut. Alangkah terkejutnya ketika Endang melihat seekor monyet ekor panjang dengan tubuh sebesar manusia dewasa terkapar tertimpa pohon mangga arumanis. 

"AAAAAA...." Endang teriak ketakutan melihat sosok yang berada di depan matanya. Monyet itu pun berkata dengan lirih, "Tt..tolong akuuu". Kemudian monyet itu pun pingsan. Perasaan Endang campur aduk antara kasihan dan takut. Bagaimana mungkin ada seekor monyet ekor panjang dengan tubuh sebesar itu?

Karena iba, Endang pun berniat menolong monyet itu. Ia mencari sebuah batu, kemudian memotong ranting kayu jati sebesar betisnya. Ranting itu ia potong sepanjang 3 meter, kemudian di ujungnya ia bentuk lancip. Endang pun sedikit menggali tanah di dekat tubuh monyet itu, kemudian ia taruh batu di lubang tersebut. Ia menggunakan batu dan kayu tersebut sebagai tuas untuk mencungkil batang pohon yang menimpa si Monyet.

Dengan sekuat tenaga, Endang akhirnya berhasil menyingkirkan batang mangga arumanis itu dari tubuh si Monyet. Endang merasa ngeri melihat pemandangan di depanya. Tubuh monyet itu separuhnya remuk sampai ke tulangnya. Endang pun menggendong tubuh monyet itu ke rumahnya. Setelah sampai, ia merawat monyet itu dengan tanaman obat yang ia temukan di hutan belakang rumahnya. 

Seiring waktu berjalan, monyet pun terbangun dari pingsanya. Dengan tubuh yang masih lemah, ia mencoba duduk di dipan tempat tidurnya. Dengan terheran-heran, ia melihat sekeliling. Nampak tempat dan semua perabotan terlihat asing di matanya. Di ujung penglihatannya, ia melihat sosok yang sangat menyeramkan. Jantungnya pun berdegup kencang tak beraturan, napasnya tersengal sengal, dia berteriak dengan sangat keras. "AAAAAA.. JANGAN MAKAN AKUU!!!!!!" 

Sosok tersebut adalah Endang. Endang menjelaskan kepada Monyet bahwa ialah yang menolong dan merawatnya. Endang heran karena sebelumnya separuh tubuh monyet sudah remuk, namun selang beberapa hari, tubuh Monyet sudah kembali utuh, bahkan sembuh. 

Monyet pun teringat kembali kejadian beberapa hari yang lalu di mana ia tertimpa pohon mangga arumanis dan ditolong oleh seseorang yang terlihat kabur di pandangan matanya. Ternyata sosok itu adalah Endang. 

Karena merasa lancang, si Monyet memohon maaf kepada Endang. Monyet pun berkata, "Maafkan aku atas kelakuanku barusan. Aku sangat berterima kasih karena kau telah menolongku. Aku adalah Raja Monyet yang bernama Raki Subrasta. Kau panggil saja aku Raki." Raki kemudian menjelaskan mengapa ia bisa sampai ke hutan belakang rumah Endang. "Sebenarnya kerajaanku berjarak sehari semalam perjalanan dari sini. Kerajaanku sedang terserang wabah penyakit. Aku pergi ke hutan ini untuk mencari tanaman obat langka. Konon katanya tanaman itu berada di hutan ini. Tanaman itu adalah obat dari semua penyakit untuk kaumku. Tanaman itu adalah bunga melati berdaun biru. Sedari siang hingga malam, aku mencari tanaman itu namun tidak kunjung ketemu. Karena sudah lelah dan lapar, aku beristirahat sambil memakan mangga di bawah pohon mangga arumanis. Malam semakin larut dan aku pun tidur di bawah pohon itu. Tak disangka pohon itu tumbang menimpaku dan aku pun bertemu denganmu."

Setelah mendengar penjelasan dari Raki, Endang tidak lagi heran kenapa ada monyet ekor panjang sebesar manusia dewasa di hutan belakang rumahnya. "Tunggu. Bunga melati berdaun biru? itu adalah bahan ramuan obat yang aku berikan kepadamu saat aku merawatmu. Ramuan itu juga obat yang mujarab untuk manusia. Tidak ku sangka ternyata berdampak luar biasa untukmu." kata Endang. "APA? KAU PUNYA BUNGA MELATI BERDAUN BIRU? BAHKAN KAU BUAT RAMUAN YANG KAU GUNAKAN UNTUK MERAWATKU?" Endang pun memperlihatkan botol berisi cairan berwarna biru terang dengan bunga melati berdaun biru terendam. Raki berkata "Di mana kau menemukan bunga itu?" Endang menjelaskan bahwa bunga melati berdaun biru hanya tumbuh di pagi hari setelah subuh di hutan belakang rumahnya. 

Raki pun memohon untuk memberikan ramuan itu dengan imbalan akan mengabulkan apa pun permintaan Endang. Sejenak Endang berfikir. Endang kembali teringat kenangan ketika ia sedang mencari tanaman obat di hutan, ia melihat rombongan prajurit kerajaan. Di barisan terdepan, ia melihat pangeran dan terpesona dengan ketampananya. Namun Endang tidak berani menampakkan wujudnya di depan pangeran. Ia takut jika orang asing melihatnya akan ketakutan. Ia hanya berani mengintip pangeran sambil bersembunyi di balik pohon randu besar.

Endang tersadar, keinginan terbesarnya adalah menjadi cantik layaknya perempuan bangsawan yang tinggal di istana. Endang pun memohon supaya dia bisa berubah menjadi cantik. Raki menyanggupi permohonan Endang. Raki meminta Endang mengambil sebilah pisau yang tajam. Raki menggigit bajunya, kemudian memegang ekornya dan memotong ujung ekornya dengan menahan sakit. 

Karena masih ada sedikit efek dari ramuan bunga melati berdaun biru, seketika luka di ekor Raki sembuh. Raki pun memberikan ujung ekornya kepada Endang lalu menyuruhnya memakan ujung ekor tersebut. Raki berkata "Konon katanya, ujung ekor raja monyet dapat memberikan kecantikan yang luar biasa kepada yang memakanya." Endang pun tanpa ragu menelan bulat-bulat ujung ekor tersebut. Raki kemudian berkata, "Namun, jangan kau sekali-kali memakan daging monyet. Itu adalah pantangan untukmu." Raki, si Raja Monyet pun pamit pergi dengan membawa semua ramuan obat yang Endang miliki. 

Malam pun datang. Endang tertidur pulas sampai terlambat bangun pagi. Ia bergegas menimba air untuk mencuci muka. Dengan terburu-buru, ia membasuh mukanya. Sejenak ia menenangkan diri dan merenung sambil memandangi gelombang air di embernya. Ia masih tidak percaya apa yang telah terjadi. Tiba-tiba ia tersentak kaget melihat bayangan yang ada di air itu. Ia melihat sosok cantik rupawan, berhidung mancung, kulit putih, rambut panjang lurus terurai, dan mata bulat lonjong yang indah. Endang terpesona akan kecantikannya sendiri. Sungguh ia sangat senang pagi itu.

Dengan perasaan gembira, ia berjalan menyusuri hutan untuk mencari tanaman obat. Ia bersenandung ria, berlari lari kecil, melompat sambil bernyanyi. Saat sedang asyik-asyiknya, ia bertemu dengan rombongan prajurit kerajaan yang sedang mengawal pangeran untuk berburu. Sang Pangeran yang melihat Endang langsung terpesona. Pangeran pun turun dari kudanya. Ia menghampiri Endang yang terlihat gugup, gemetar, malu dan gelisah. Pangeran pun berkata "Jangan takut manis, aku hanya berburu rusa, gadis secantik kau tak seharusnya takut." 

Dengan perasaan campur aduk, Endang tidak bisa membalas perkataan pangeran. Ia sangat gugup. Jantungnya berdebar kencang. Ia merasakan cinta untuk pertama kalinya. Pangeran pun mengantar Endang pulang ke rumahnya dengan menaiki kudanya. Di perjalanan, Pangeran memperkenalkan diri. "Aku adalah Pangeran Rakabuming Santoso. Panggil saja Raka. Siapa namamu?" "A...aku Endang, pangeran. Eh...maksudku Raka."

Sesampainya di rumah Endang, pangeran memberikan sekantung koin emas kepadanya. "Gunakan koin ini untuk membeli baju dan perlengkapan. Besok saat bulan purnama, datanglah ke istana. Pakailah baju terbaik yang sudah kau beli. Gunakan juga koin itu untuk menyewa kereta kuda." Pangeran dan rombongan pun memacu kudanya. Endang berteriak "Terimakasih Raka!" Raka membalas, "Ku tunggu kedatanganmu."

Waktu pun berjalan. Tibalah hari yang telah ditunggu-tunggu. Endang menaiki sebuah kereta kuda yang ia sewa dari kenalannya di pasar. Endang memakai gaun berwarna putih dengan hiasan ronce manik-manik yang indah. Ia dengan percaya diri masuk ke istana untuk bertemu pangeran. Pangeran yang mengetahui kedatangan Endang langsung menyambutnya di pintu gerbang istana.

Endang dibawa ke kursi takhta Raja. Pangeran memperkenalkan Endang kepada ayahnya, Sang Raja. Pangeran berkata "Ayahanda, dia adalah Endang, calon ratuku." Karena terlalu mendadak, Endang tidak tahu harus bersikap bagaimana. Yang pasti, ia sangat gembira mendengar perkataan itu. Setelah melihat kecantikan Endang, Raja merasa bahwa Endang adalah pasangan yang cocok untuk pangeran. Raja pun merestui hubungan mereka dan berencana melangsungkan pernikahan seminggu lagi. 

Hari pernikahan pun tiba. Pesta digelar dengan meriah. Seluruh bangsawan dari penjuru kerajaan berdatangan dan mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru. Festival juga turut diadakan di seluruh penjuru negeri. Semua rakyat bahagia. 

Tiba saatnya di acara perjamuan makan. Endang yang terlahir miskin terkagum kagum dengan makanan yang disajikan. Ia tak pernah merasakan semua masakan yang ada di meja. Melihat makanan sebanyak itu saja baru hari ini. Bagaimana tidak? Selama ini Endang hanya memakan makanan yang ia bisa temukan di hutan. Karena tidak sabar Endang memakan satu persatu semua makanan yang ada di meja. Layaknya singa kelaparan, ia mencicipi semua jenis sayuran, buah-buahan, dan daging. Namun ada satu piring yang membuat Endang terpesona. Tepat di tengah meja, ia melihat monyet panggang yang terlihat sangat menggoda. Endang hampir saja meneteskan air liur. Endang pun mengambil sepotong daging monyet tersebut lalu memakanya. Endang sangat terkejut. Dari semua daging yang ia makan, daging monyet inilah yang paling enak. "Uenak sukali duaging uini". Ia berkata padahal mulutnya penuh dengan daging. 

Tiba tiba, seluruh tamu undangan berteriak, "AAAA MONSTERR... IBLISSS...SETANN..." Semua teriakan itu tertuju kepada Endang. Endang telah melanggar pantangan. Tubuhnya perlahan berubah. Wajahnya kembali buruk rupa, bahkan lebih buruk. Daun telinganya mengecil, hidungnya membesar, bibirnya menebal dan rambutnya mulai rontok diganti bulu berwarna abu-abu yang tumbuh di sekujur tubuhnya termasuk wajahnya kecuali area mata, hidung, dan mulut. Di pangkal ekornya tumbuh ekor yang panjang. Pangeran yang berada di sampingnya pun ketakutan. Pangeran menghunus pedangnya dan mengacungkanya kepada Endang. "Dasar kau siluman!!! Beraninya kau menipuku!!" Pangeran mengayunkan pedangnya ke leher Endang dan seketika memenggal kepalanya tanpa sempat Endang berkata sepatah kata pun. Para tamu undangan pun merasa ngeri dengan pemandangan yang mereka lihat. Para pengawal kerajaan langsung membawa tubuh Endang keluar dan membakarnya.

Komentar

Posting Komentar